Penasaran Membawa Nikmat
Kisahku kali ini terjadi belum lama ini di suatu Sabtu pagi. Ketika itu aku yang sedang sendirian di rumah dan tidak ada kegiatan, memulai hari dengan memanjakan diri di sofa ruang keluarga untuk melihat acara TV. Setelah aku pindah-pindah saluran TV ternyata tidak ada acara yang menarik, akhirnya aku memutuskan untuk tidur-tiduran saja di dalam kamarku. Rumah ini terasa sangat sepi pada saat-saat seperti ini. Maklum saja, biasanya rumahku selalu ramai oleh kedua orangtua maupun adik-adikku.
Sebagai seorang wanita, tentu aku selalu berusaha untuk merawat tubuh, baik dengan cara luluran di salon maupun di rumah. Apalagi pacarku sekarang menginginkan agar kulitku dapat lebih putih. Teman-temanku sering memuji wajahku yang awet muda dan tubuhku yang mungil tetapi proporsional.
Namun yang cukup membuatku risih adalah saat aku sedang memakai pakaian bebas, anak-anak SMU seringkali menggoda aku. Mungkin mereka mengira aku masih seusia dengan mereka atau setidaknya duduk di bangku kuliah. Tempat tinggalku saat ini terletak di daerah Cibubur yang menurutku masih memiliki suasana asri. Halaman rumahku memang tidak luas, namun di luar rumah banyak ditumbuhi pepohanan. Kamar tidurku mempunyai jendela yang berhadapan langsung dengan halaman luar.
Setelah beberapa menit merebahkan tubuhku, ternyata mata ini tidak mau terpejam. Selain aku memang tidak terbiasa tidur selain pada malam hari, udara pagi itu terasa cukup panas. Akhirnya aku memutuskan untuk SMS-an dengan pacarku saja. Baru beberapa kali SMS, terdengar suara berisik dari halaman depan rumahku. Aku bangkit dan melihat keluar. Kulihat dua anak berseragam SD sedang berusaha untuk memetik buah jambu di depan rumahku. Tentu saja aku sebagai pemilik rumah tidak senang perilaku mereka tersebut.
Sambil bertolak pinggang aku berteriak ke arah anak-anak itu “Hayooo…!! Kalian lagi pada ngapain?”
Tentu saja mereka berdua terkejut dan ketakutan karena tidak menyangka kalau ada orang yang melihat perbuatan mereka. Kedua anak itu menundukkan wajahnya karena menyesal. Aku yang tadi hendak marah akhirnya merasa iba.
“Nggak apa-apa kok Dik… Cuma harusnya kalian bilang dulu ke Kakak kalo mau minta jambu…” aku merendahkan nada bicaraku.
“Ma-maaf ya Kak… So-soalnya kami haus banget…” kata salah satu anak sambil mendekat ke arahku.
“Kami nyasar pas lagi nyari rumah temen kami Kak… Emmmm… Boleh nggak kami minta minum dulu sama Kakak?” sambungnya dengan nada memelas ketika sudah berada di depan pintu gerbangku.
“Aduh… Kasihan banget sih… Ayo masuk…!” jawabku mengiyakan.
Beberapa saat setelah aku membolehkan untuk memberinya minum, anak itu melambaikan tangannya ke arah temannya yang masih berdiri di dekat pohon jambu milikku. Dia mengajaknya untuk segera datang mendekati kami. Setelah beberapa langkah temannya berjalan mendekati kami berdua, aku mengajak kedua anak itu untuk masuk ke dalam dan mempersilakan mereka untuk duduk di ruang tamu.
Dari obrolanku dengan mereka, ternyata usia keduanya masih 11 tahun, dan mereka baru saja duduk di kelas 5 SD. Aku menanyakan nama mereka berdua, anak yang tadi meminta minum kepadaku, berkulit hitam dan berambut keriting mengaku bernama Gani. Sedangkan yang berkulit sawo matang dan berambut cepak bernama Edo. Keduanya memiliki badan yang kecil dan kurus. Mungkin tinggi badan mereka hanya sekitar 140 cm saja.
“Kok Adik-adik nggak sekolah hari ini?” tanyaku di sela obrolan dengan mereka.
“Udah pulang kok…” sahut Edo.
Aku kemudian melirik ke arah jam di HP-ku yang sudah menunjukkan pukul 11.00 siang.
“Oh udah pulang ya? Ya udah… Kakak mau siapin minuman dulu buat kalian yah…” kataku berpamitan.
“Iya Kak…” jawab mereka hampir bersamaan.
Kemudian aku tinggal mereka sebentar mereka ke dapur untuk mengambilkan minuman. Lumayan juga pikirku, aku jadi ada teman untuk ngobrol.
Belum juga aku sampai di dapur, terdengar suara Edo bertanya kepada temannya “Eh Gan… Emang elo ngomong apaan ke Kakak itu sampe ditawarin mimum?”
“Gue bilang aja ke Kakak itu kalo kita lagi nyari rumah temen. Terus kita nyasar deh…” jawab Gani yang disambut Edo dengan tertawa.
Tentu saja karena aku masih belum cukup jauh dari ruang tamu, maka aku dapat mendengar pembicaraan mereka berdua dengan sangat jelas. Apalagi ditambah suasana sekitar yang waktu itu sangat sepi.
“Huuuh… Dasar anak jaman sekarang… Masih kecil kok udah pada pinter bohong…!” umpatku kesal ketika mendengar percakapan mereka.
“Tapi nggak apa-apa lah… Namanya juga anak-anak…” aku menghibur diri lalu segera membuatkan mereka minuman.
Tidak lama kemudian aku kembali menuju ruang tamu dengan membawa sirup segar untuk mereka.
“Ada apa kok ribut-ribut sih? Kelamaan ya minumannya?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Nggak apa-apa kok Kak…” jawab Edo berbohong sambil tersenyum tertahan.
“Oh iya… Kakak belum ngenalin diri… Panggil aja aku Kak Tita ya…” kataku memperkenalkan diri sambil menaruh minuman di meja.
Kaos longgar yang aku kenakan saat itu memiliki belahan dada yang rendah sehingga di saat aku membungkuk ketika menyajikan gelas kepada mereka semua. Anak-anak itu terlihat melongok-longokkan kepalanya untuk dapat melihat isi yang tersembunyi dibalik kaosku saat itu.
“Ini Kak Tita buatin kalian sirup rasa jeruk yang dingin supaya segar…” jelasku tanpa memperdulikan tingkah mereka.
“Makasih banyak ya Kak Tita! Pasti enak banget deh sirup bikinan Kakak…” jawab Gani.
“Sama-sama Gan. Aduh, ngomong-ngomong hari ini kok panas banget yah?” lanjutku.
“Iya Kak! Edo juga kegerahan nih. Untung Kak Tita baik banget mau ngasih minum ke kami…” jawab Edo.
Saat aku selesai menyajikan minuman, aku kembali berdiri tegak. Tanpa terasa keringat pun mengucur dari dahiku. Saat aku menyeka keringat di dahi, dengan tidak sadar tanganku terangkat tinggi. Tanpa sengaja, payudaraku sedikit terlihat dari lengan kaosku. Tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakan oleh anak-anak itu yang terkesima melihat pemandangan indah tersebut.
Saat itu juga aku tersadarkan kalau dibalik pakaianku telah basah oleh keringat. Lebih memikat perhatian mereka lagi saat mereka tahu kalau aku tidak mengenakan bra pada saat itu. Kedua buah putingku tercetak di kaos putihku, apalagi karena basah oleh keringatku yang membuatnya semakin terlihat begitu jelas. Aku sendiri tidak ingin ambil pusing dengan tatapan nakal anak-anak ini.
Setelah aku mengambil posisi duduk di depan mereka, kami melanjutkan obrolan yang tadi sempat terhenti.
“Jadi kalian nyasar pas mau main ke rumah temen ya?” kataku memancing.
“Eeeh… I-ya Kak…” jawab Gani gugup.
“Emangnya kalian nggak punya alamat lengkapnya?” lanjutku lagi.
“Ng-nggak Kak… Cu-cuma tahu daerahnya aja…” kali ini Edo yang menjawab.
“Oh gitu…” kataku yang tidak berusaha menanyakan lebih jauh lagi tentang rumah ‘teman’ mereka dan mengalihkan ke topik lain.
Ketika ngobrol aku tahu mata-mata mereka sering mencuri pandang ke bagian dadaku. Aku berpikir, biar masih kecil yang namanya laki-laki itu sama saja. Semula aku tidak suka dengan perilaku mereka, namun akhirnya ada perasaan lain sehingga aku biarkan mata mereka menikmati keindahan putingku dari luar. Aku menjadi menikmati tingkah laku mereka kepada diriku.
Bahkan aku mempunyai pikiran yang lebih gila lagi untuk menggoda mereka, aku sengaja meregangkan tanganku ke belakang sehingga putingku pasti terlihat semakin jelas.
“Lagi pada ngeliatin apaan sih?” tanyaku berpura-pura.
Tentu saja pertanyaanku tadi membuat mereka menjadi semakin salah tingkah.
“Ng-nggak kok Kak Tita…” Gani membela diri.
“Ya udah Kalian habisin minumannya dulu ya. Kakak mau ganti baju dulu…” aku menahan diri untuk menggoda mereka lebih jauh.
“I-iya Kak…” jawab Gani lega.
Sambil tersenyum puas karena berhasil membuat mereka gugup, aku menuju ke arah kamar tidurku yang cukup dekat jaraknya dari ruang tamu. Di dalam kamar aku mengganti kaos longgarku dengan kaos ketat warna coklat tanpa memakai bra, sehingga putingku pasti semakin terlihat jelas dari luar. Kemudian celana selutut milikku, aku ganti dengan celana pendek warna hitam yang memperlihatkan paha mulusku.
Selang beberapa menit kemudian, aku sudah muncul kembali untuk menemui mereka. Namun satu hal yang membuat wajah polos mereka terkejut adalah melihat pakaianku yang minim, apalagi untuk ukuran anak seumuran mereka. Pemandangan ini pasti menyilaukan pandangan jiwa muda mereka berdua. Aku mengacuhkan saja pandangan mata-mata liar yang sibuk menatapi puting dan pahaku.
“Gimana sirupnya? Udah diminum belum?” tanyaku mengalihkan perhatian mereka.
“U-udah Kak…” jawab Gani pendek.
Kedua mata Gani tetap saja menatap tajam kearah pahaku yang pasti terlihat sangat menggiurkan baginya.
“Enak nggak sirup bikinan Kakak? Pasti bikin ketagihan kan?” candaku.
“Seger banget Kak! Tapi jujur aja kalo Gani lebih suka susu dibandingin sirup…” sahut Gani.
“Gitu yah? Sayang Kakak nggak ada persediaan susu di rumah…” jawabku tanpa ada prasangka buruk dari perkataan Gani.
“Kalau kata orang susu yang terbaik itu ASI ya Kak?” lanjutnya lagi.
“Betul Gan… Dibanding sama susu sapi… ASI itu jauh lebih bergizi…” tambahku penuh keyakinan.
“Ibu Gani juga suka bikinin susu setiap pagi Kak…” kata Gani menjelaskan.
“Oh ya? Bagus dong…” jawabku seadanya.
“Tapi susu yang saya minum setiap hari susu sapi Kak!” sambung Gani lagi.
“ASI tetap jauh lebih bagus daripada susu sapi Gan…” kataku.
“Wah… Pasti ASI rasanya enak tuh!” sela Edo cepat.
Kumpulan Cerita Sex Nafsu Dewasa Lainya Dapat Anda Temukan Hanya Disini